Saat ini sepertinya ada pergeseran makna dari pengajaran ilmu bahasa yang semestinya merupakan wadah dan transformasi dari "komunikasi" menjadi "fotocopy", singkatnya pengajaran bahasa yang seharusnya menyiapkan peserta didik untuk mampu berkomunikasi dengan lingkungannya yang merupakan esensi dasar dari ilmu ini menjadi sekedar pemberian script tata bahasa yang tidak diimbangi dengan pengaplikasian dan praktek keseharian.
Miris memang disaat kita menemukan kenyataan anak didik kita yang berlabel "terdidik" ternyata harus tersenyum getir melihat anak-anak pantai ataupun pedagangan asongan di Bali berbicara bahasa Inggris "more fluently" dari pada mereka. Barometer yang saya ambil mengacu pada esensi ilmu bahasa itu sendiri sebagai media atau alat komunikasi dimana interaksi antara dua orang atau lebih terjadi dua arah dan anak didik kita "kalah telak".
Fakta ini tidak bisa kita pungkiri, bahasa itu sebuah kebiasaan. Bagaimana anak didik kita akan lancar berbicara bahasa Inggris sedangkan proses belajar mengajar kita porsi bahasa pengantar yang kita gunakan lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia. So, tugas kita menemukan cara terbaik menurut kita karena masing-masing peserta didik dan lingkungan sekolah mempunyai karakteristik yang berbeda. Intinya "Become a smart English teacher". Renungkanlah . . . . .
Minggu, 07 April 2013
Langganan:
Postingan (Atom)